Besar manakah modal teori dengan modal motivasi dalam kepenulisan? Manakah yang harus kita kedepankan?
Dua hal diatas, mempunyai kesamaan guna memperbaiki kwalitas sebuah tulisan. Siapa yang hendak menulis, maka terlebih dahulu harus meminum dua suplemen itu sekaligus.
Namun, seorang juga harus bisa menempatkan dimana dia harus berpikir mengenai teori, dan bagaimana dia harus terlebih dahulu melecutkan dirinya untuk bangkit. Dan perbedaan selanjutnya terletak pada ujung tujuan keduanya.
Bila disebutkan keduanya mempunyai goal untuk memperbaiki kwalitas sebuah tulisan, maka kita harus memperinci artikulasi kwalitas itu sendiri.
Teori, lebih merujuk pada kwalitas pembenahan bahasa. Sedang motivasi, lebih bagaimana membuat ungkapan yang menyentuh dan komunikatif.
Kami lebih bersikap mendorong pembaca untuk menulis. Dan biarlah mereka mencintai dunia tulis, maka kesadaran untuk paham dasar teori itu akan muncul dengan sendirinya.
Buatlah api maka asap akan datang itulah moto yang kami genggam.
Guru, dosen, dan pengajar lain umumnya masuk dalam kelompok pertama. Mereka paham mendalam dengan keilmuannya, tapi belum tentu tertarik terjun dalam dunia kepenulisan. 180 ribu dosen, hanya 0,11 persen dosen yang bersedia menjadi peneliti dan penulis. Seolah status remeh, mereka tidak mau menggeluti dunia kepenulisan, tak tersentuh untuk menulis gagasan dan pengetahuan yang mereka peroleh.
Sebagai dosen atau guru, mereka merasa tugasnya hanya mengajar. Mentransfer ilmu kepada para siswa, dan... selesai! Interpretasi mereka mengenai siswa hanya terbatas pada siapa yang sudi masuk sekolah, dan terdaftar sebagai muridnya. Padahal, bukankah diluar sana masih banyak masyarakat yang membutuhkan transfer ilmu guna memperbaiki sastra kehidupan?
Share this article with your friends
Posting Komentar
Jangan berkunjung tanpa meninggalkan jejak.
- No Spam - No Phising - No Live Link
Salam Blogger Indonesia, Silakan Tinggalkan Pesan Agan disini... !!!