Dalam cinta, kita lemah karena posisi jiwa kita salah. Kita mencintai seseorang lalu kita menggantungkan kebahagiaan kita pada sebuah kehidupan bersamanya. Maka ketika ia menolak, - atau tak beroleh kesempatan untuk hidup bersama kita, itu menjadi sumber kebahagiaan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Dan mungkin juga bukan karena cinta itu sendiri. Tapi karena kita meletakkan kebahagiaan kita pada cinta yang diterjemahkan sebagai kebersamaan.
Jalan cinta para pejuang adalah jalan kesetiaan dan pengorbanan. Komitmen adalah ikrar kerelaan berkorban; memberi bukan meminta; berinisiatif tanpa menunggu; memahami dan bukan menuntut. Komitmen adalah ikatan kesetiaan.
Di jalan cinta para pejuang, dengan apa kita menghadapi musuh? Tentu saja dengan cinta. Karena cinta bukan hanya sekedar pelukan hangat, belaian lembut, atau kata-kata penuh dayu. Kita belajar apa itu cinta dari apapun yang ada di muka bumi. Dari cahaya matahari. Dari sepasang merpati. Dari sujud dan tengadah doa. Dari kebencian musuh, dari dengki dan iri para lawan. Dari ketidaktahuan orang yang ingkar dan degilnya pikiran si munafik. Dari apapun..
Alangkah sedihnya jika cinta tak punya visi. Ia kecil. Mengerdil. Tak melewati batas-batas syahwat. Tak melampaui rasam-rasam emosi. Tak menjangkau ufuk-ufuk tinggi. Ia hanya menjadi kenangan lampau. Kenangan manis kini telah pergi, tapi yang pahit terus menghantui. Cinta hanya kenangan lama yang tak lebih dari jejak-jejak air mata. Kalaupun ada hari ini, ia hanya menjadi rindu semalam, cemburu sepagi, dan tengkar sesiang. Tak lebih. tak bermasa depan.
Visi di jalan cinta para pejuang awal-awal bermodal kesadaran. Sadar bahwa kita manusia akan menuntun kita memanfaatkan berjuta karunia Allah Ta’ala untuk mengabdi pada-Nya. Sadar bahwa kita seorang muslim memandu kita untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Sadar bahwa kita seorang mujahid, memantapkan langkah kita di jalan cinta para pejuang. Sadarlah!
Di jalan cinta para pejuang, sejak awal kita mengikrarkan bahwa kita semua milik Allah, dan hanya pada-Nya kita akan kembali. Maka dengan sahabat yang paling mesra, dengan istri yang paling setia, atau anak-anak yang berbakti, hubungan kita bukanlah hubungan yang saling memiliki. Allah hanya meminjamkan dia untuk kita dan meminjamkan kita untuknya. Itu saja. Sudah begitu besar karunia Allah, bahwa kita ditakdirkan bersama. Atau pernah bersama. Bersama di jalan cinta para pejuang.
Ukuran ketulusan dan kesetiaan cintamu adalah apa yang kamu berikan padanya untuk membuat kehidupannya menjadi lebih baik. Maka kamu adalah air, maka kamu adalah matahari. Ia tumbuh dan berkembang dari siraman airmu. Ia besar dan berbuah dari sinar cahayamu.
Ikhlas, kata yang tak mudah dan selalu menyisakan tanya.
Dan kita adalah manusia
Yang tak dapat tidak
Suka menuliskan kebajikan-kebajikan kita
Maka aku menuliskan kebajikan di atas air
Menjadi gelombang kecil,
Kecil saja di permukaan,
Meriak, dan menghilang
Lalu yang tampak hanya wajahku kehausan
Atau terkadang ku tulis ia di atas pasir
Agar angin keikhlasan menerbangkannya jauh dari ingatan,
Agar ia terhapus, menyebar bersama butir ketulusan
Di jalan cinta para pejuang, kesetiaan sejati bukanlah padamu, bukanlah pada manusia. Tapi kepada Allah SWT dan syariat-syariat-Nya.
Sumber Refrensi : buku karya Salim A. Fillah “Jalan Cinta Para Pejuang”.
Share this article with your friends
Posting Komentar
Jangan berkunjung tanpa meninggalkan jejak.
- No Spam - No Phising - No Live Link
Salam Blogger Indonesia, Silakan Tinggalkan Pesan Agan disini... !!!