Akhirnya sampai juga aku digudang. Ya, disinilah gudang ilmu. SMA yang terbilang SSI (Sekolah Standar Internasional) dan terfavorit se-Kabupaten. Sekolah yang tentunya sangat diminati oleh kalangan kaum atas. Sedangkan aku, aku hanyalah bermodal beasiswa untuk bisa bersekolah ditempat ini. Terlihat berbagai mobil kelas atas di parkiran. Rasanya cuma aku yang berani memakai sepeda ontel disini. “Eh, ada orang miskin mau lewat tuh,” kata Retno. Retno adalah anak seorang pemilik PT. PERTAMINA. Ia mempunyai banyak teman, bahkan genk-pun tak ketinggalan.Ia juga teman SMP-ku dulu. “Permisi. Aku mau lewat,” kataku sopan. Sejak SMP sampai sekarang sikap Retno memang tak pernah berubah. Dia selalu mengaggap remeh orang-orang disekitarnya. Apalagi kepada orang kecil seperti aku. Tapi aku tak pernah membalasnya. Karena aku ingat pesan Abah “Nak, jangan sampai kejahatan dibalas dengan kejahatan. Sebisa mungkin kejahatan dibalas dengan kebaikan.” “Eh, enak aje lu bilang?Hari gini mau lewat juga harus bayar. Gak ada yang gratis didunia ini. Emang dunia ini dunianya nenek moyang lu?” kata Tanti, teman Retno yang berbadan raksasa. Tiba-tiba dari ujung terlihat wajah Sarah. Dia ini si jago silat,baik hati, dan suka menolongku. Tampaknya dia melihatku sedang kesulitan dan langsung lari mendekat. Dari belakang dia menepuk bahu Tanti. Puk...Puk...Puk... “Heh Bomber !! Lagi cari mangsa lu disini? Apa lu mau cari masalah baru ma temen-temen gue di sini?” bentak Sarah. Spontan, wajah Tanti tiba-tiba murung. Si gendut itu langsung berlindung dibelakang Retno. Retno pun semakin gelisah. Dia menarik-narik baju Tanti. “Heh gendut, lu gimana sih? Masa takut ama yang begituan?” kata Retno berbisik. “Oh lu pasti belom tau ya kalo dia ni jago karate,” kata Tanti. “Ya udahlah. Nyerah aja ya.”Kata Retno. Sambil malu-malu akhirnya mereka lari dan pergi.
Aku bersyukur karena pagi ini aku telah ditolong oleh Sarah.Dia memang teman baikku. Dia pintar, cantik, kaya, dan jago silat. Walaupun kalau dilihat dari postur badannya dia sama kecilnya denganku. Saat istirahat aku keluar kelas dan memutuskan untuk mencari dimana Sarah. Aku lupa mengucapkan `terimakasih` tadi. Bagaimanapun Emak pernah bilang “Nak, mengucapkan `terimakasih` itu penting.Itu sebagai bentuk balasan seseorang yang telah menolong kita.”. Disela-sela kantin perpustakaan hingga kelas ku telusuri namun tak ku temukan. Brukk. Upz, aku menabrak seseorang. Ternyata yang ku tabrak adalah ketua OSIS. “Upz, maaf kak. Aku gak sengaja,” kataku sambil membereskan buku-bukunya yang berserakan. “Oh, gak apa kok. Kamu buru-buru kenapa?” kata kak Joni dengan senyumannya yang indah. “Ehmm... Aku lagi cari orang ni kak?” kataku. “hah? Emang kamu nyari siapa? Kayaknya penting banget apa? Mendingan kamu itu bantuin kakak kalo gak sibuk,” kata kak Joni. “Aku nyari si Sarah kak. Emang kakak perlu bantuan apa?” tanyaku. “Sarah ya? Ngapain kamu nyariin orang yang tidak tahu terimakasih itu? Kalo gag salah dia lagi main basket dilapangan sana. Sendirian sih tadi. Ehm, ini lho kakak repot banget sama OSIS. Suruh ngetik banyaknya minta ampun,” kata kak Joni. “Wah kak, kayaknya aku mesti buru-buru ngejar Sarah ni kak. Nanti insya Allah aku bantu deh kak. Tapi habis ketemu Sarah ya kak... hehehe” kataku. “iya,iya. Kakak tunggu di kantor OSIS ya,”kata kak Joni. Aku hanya membalas dengan senyuman. Ya, tentu aku sangat mengenal kak Joni. Dia itu cinta pertamaku sedari aku SD kelas 5 sampai saat ini. Hmm, rumahnya pun tak jauh dari tempat aku tinggal. Tapi sayangnya kak Joni tak pernah mempunyai perasaan yang sama dengan aku. Aku langsung lari ke lapangan menyusul Sarah. Lapangan yang biasanya untuk berlomba. “Sarah...” teriakku ketika melihatnya. Spontan Sarah melihatku dan langsung berhenti main basket. “Kenapa lu? Ada perlu apa ma gue?” tanya Sarah. Ya, inilah sikap Sarah yang tegas. Mungkin inilah sebabnya dia ditakuti oleh banyak orang disekolahku. Padahal sebenarnya dia baik. Dia begitu hanya karena dia tak ingin dianggap remeh oleh orang lain.Tapi sebenarnya sikap Sarah yang seperti inilah yang membuat orang-orang menjauhi Sarah. “Aku lupa sesuatu tadi pagi. Makasih atas pertolonganmu. Itu saja,” kataku. “Apa gue nolong lu?” tanya Sarah. “Ehm...Ya itu kan kamu sendiri yang tahu. Aku tadi hanya merasa tertolong dengan adanya kamu. Makasih,” kataku. “Ya,” kata Sarah melanjutkan menggiring bola basket.
Setelah pulang sekolah seusai sholat ashar, aku mencari uang dengan mengamen di tengah ramainya bus kota. Ya, Rasanya hanya inilah yang bisa ku lakukan. Aku terpaksa mengamen. Karena kalau aku tidak mengamen kami tidak bisa makan. Penghasilan Abah setiap harinya hanya 5000 rupiah. Sedangkan Emak tak tentu karena hanya berjualan mainan kapal-kapalan dipasar. Kami memang miskin. Tapi Insya Allah hati tidak miskin. Seperti biasa aku menyanyikan sebuah lagu mengiringi perjalanan mereka. “Jangan menangis sayang... Ini hanyalah cobaan tuhan...Hadapi semua dengan senyuman.............” “Mas, sedekahnya mas,” kataku pelan. “Tiara. Kenapa kamu mengamen?” ternyata dia adalah Kak Joni. Aku hanya membalasnya dengan senyuman.Kak Joni tentunya tahu kenapa aku bisa sampai begini.Dia tahu kondisi ekonomi keluargaku. “Pak, sedekahnya pak,” kataku pelan. “(Sambil menyerahkan uang) masih muda udah ngamen. Mau jadi apa penerus bangsa ini nantinya. Masih sekolah kan mba? ” kata bapak-bapak itu. Aku hanya membalas dengan senyuman. “Bu, sedekahnya bu,”kataku pelan. “Kamu disekolah diajarin ngamen?” tanya ibu-ibu itu. “Tidak, Bu...” jawabku. Astaghfirullahal’adziim. Ya Allah, Inikah cobaanMu? Mengapa terasa begitu berat? Kapan aku bisa mengukir senyuman dibibir Emak dan Abah, Ya Allah, gerutuku dalam hati.
Aku pergi ke pasar untuk memberikan uang yang ku dapat. Alhamdulillah. Uang yang ku dapat cukup banyak dihari ini. Dari kejauhan aku melihat sosok Bu Susan sedang memaki-maki Emak. Serentak, aku langsung menghentikan langkahku. “Ibu ini gimana? Kalau miskin ya jangan menyekolahkan anaknya di sekolah yang berkualitas. Sekarang saya butuh uang buku itu untuk dibayarkan ke tokonya. Saya mau bilang apa kepada pemilik toko itu kalau saya belum dapat uangnya?” kata Bu Susan. Bu Susan adalah guru tergalak di sekolahku. Aku harus berbuat apa kali ini, Ya Allah. Rasanya aku tak tega melihat air matanya. “Bu Susan! Saya yang akan membayarnya,” tiba-tiba dari belakangku ada suara yang muncul. Ternyata itu suara kak Joni yang sedari tadi mengikutiku. “Emakkuuuu........” teriakku langsung memeluk hangat tubuh emak yang telah tua. Otot-ototnya telah terlihat karena kerasnya ia bekerja dan mengurus anak-anaknya. “Nak, kenapa nak Joni bisa ada disini?” tanya Emak. Aku hanya menggelengkan kepala sebagai ungkapan tidak tahu. Aku memeluk emak sekencang-kencangnya. “Joni, kamu serius akan membayar semua uang buku-buku Tiara?” tanya Bu Susan tegas. “iya, Bu. Saya yang akan membayar semuanya,” kata kak Joni sambil tersenyum kepadaku. “Terimakasih, kak...” kataku pelan. “Ya. Sama-sama,” kata kak Joni. Bu Susan pun pergi karena telah mendapat apa yang ia mau. “Mak, ni uang hasil Tiara mengamen. Cukup untuk makan kita semua,”kataku. “Iya, nak. Terimakasih, nak Joni...” kata Emak. “Sama-sama, Bu. Tadi saya mengikuti Tiara karena saya bertemu dia ketika sedang mengamen di bus kota,” kata kak Joni.
Sementara itu hari berlanjut hingga malam. Abah yang hanya bisa bekerja sebagai pembersih kandang kambing pun pulang. Hanya waktu malam-lah kami semua bisa berkumpul, bercanda sambil makan malam bersama. Ya, inilah kehidupan kami. Walaupun tak terlihat sempurna tapi kasih sayang yang emak dan abah berikan kepadaku rasanya lebih dari sempurna. Sesungguhnya Allah itu Maha Melihat dan Maha Mendengar. Allah pasti mendengar doa-doa hambanya yang beriman dan mau mengamalkan perintah-Nya. Allah itu tidak buta dan tidak tuli. “Hari ini dapat berapa, bah?” tanya emak pada abah dengan lembut sambil memberikan segelas teh hangat. “Alhamdulillah... 7000 rupiah. Tadi diberi bonus sama Pak Jalal,” kata abah. “Alhamdulillah...” kataku dan ketiga adik-adikku.
DOA UNTUK ABAH DAN EMAK Ya Allah, Rendahkanlah suaraku bagi Abah dan Emak, Perindahlah ucapanku di depan Abah dan Emak. Lunakkanlah watakku terhadap Abah dan Emak dan Lembutkanlah hatiku untuk Abah dan Emak. Ya Allah, Berilah Abah dan Emak balasan yang sebaik-baiknya Atas didikan Abah dan Emak padaku dan Pahala yang besar Atas kesayangan yang Abah dan Emak limpahkan padaku, Peliharalah Abah dan Emak Sebagaimana Abah dan Emak memeliharaku. Ya Allah, Apa saja gangguan yang telah Abah dan Emak rasakan, atau kesusahan yang Abah dan Emak derita karena aku, atau hilangnya sesuatu hak Abah dan Emak karena perbuatanku, jadikanlah itu semua Penyebab rontoknya dosa-dosa Abah dan Emak, Meningginya kedudukan Abah dan Emak dan Bertambahnya pahala kebaikan Abah dan Emak dengan perkenan-Mu, ya Allah sebab hanya Engkaulah yang berhak membalas kejahatan dengan kebaikan berlipat ganda. Ya Allah, Bila magfirah-Mu telah mencapai Abah dan Emak sebelumku, Izinkanlah Abah dan Emak memberi syafa'at untukku. Tetapi jika magfirah-Mu lebih dahulu mencapai diriku, Maka izinkahlah aku memberi syafa'at untuk Abah dan Emak, sehingga kami semua berkumpul Bersama dengan santunan-Mu di tempat kediaman yang dinaungi kemulian-Mu, ampunan-Mu serta rahmat-Mu. Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki Karunia Maha Agung, serta anugerah yang tak berakhir dan Engkaulah yang Maha Pengasih Diantara semua pengasih.
Mari kita kenang dosa kepada orang tua kita. Siapa tahu hidup kita dirundung nestapa karena kedurhakaan kita. Karena kita sudah menghisap darahnya, tenaganya, airmatanya, keringatnya. Istighfar, istighfarlah Barangsiapa yang matanya pernah sinis melihat orangtuanya. Atau kata-katanya sering mengiris melukai hatinya, atau yang jarang memperdulikan dan mendoakannya. Percayalah bahwa anak yang durhaka siksanya didahulukan didunia ini. Istighfar yang pernah mendholimi ibu bapaknya. Astaghfirullahal Adziim Astaghfirullahal Adziim (Karya Siti Khakimatul Azizah)
Share this article with your friends
Posting Komentar
Jangan berkunjung tanpa meninggalkan jejak.
- No Spam - No Phising - No Live Link
Salam Blogger Indonesia, Silakan Tinggalkan Pesan Agan disini... !!!