Dengan kata lain, qurban / udhiyyah bisa juga diartikan sebagai prosesi ibadah penyembelihan hewan di waktu dhuha yang dilakukan pada hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan hari Tasyriq (11 - 13 Dzulhijjah) dengan tujuan untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah Ta'ala, atau secara singkatnya adalah sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, dan menjalankan perintah Allah.
Jika kita mengacu pada pengertian tersebut diatas, maka berqurban dalam rangka mencari popularitas, ingin dipuji manusia, atau niatan yang lain selain taqarrub ilallah, bisa dipastikan tidak akan sampai kepada Allah. Makna qurban menjadi tidak terasa di hati orang tersebut.
- Qurban yang diterima hanya dari orang yang bertakwa
Mereka sepakat, barangsiapa yang qurbannya diterima Allah Ta'ala. dia-lah yang berhak menikahi sang wanita. Qabil berqurban dari hasil kebunnya, sementara Habil berqurban dari hasil ternak. Dan, ternyata akhirnya Allah menerima qurbannya Habil. Cerita dari Habil dan Qabil ini juga menyimpan makna qurban yang bisa dijadikan pelajaran. Penjelasannya dapat kita lihat pada surat dalam Al-Quran berikut ini:
"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil)".(QS. Al-Maidah : 27)
Apa pelajaran yang dapat kita ambil dari qurban kedua anak Adam tersebut? Makna qurban apa yang tersimpan dalam cerita Habil dan Qabil? Hal itu dijelaskan dalam ayat lanjutannya:
Ia berkata (Qabil), "Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil, "Sesungguhnya, Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertakwa."(QS. Al Maidah : 27)
Ya, hanya qurban dari orang-orang yang bertakwa yang diterima Allah Ta'ala, dalam hal ini Habil. Karena, sebagaimana yang tertulis dalam sejarah, Habil telah mengurbankan harta terbaiknya, yaitu seekor domba yang sehat dan gemuk, sebagai cerminan ketakwaannya, sementara Qabil melakukan sebaliknya.
- Qurban bukti ketundukan kepada Allah Ta'ala
"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya, dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)". (QS. Al-Hajj : 34)
Makna qurban ini semakin jelas tergambar dalam kisah Nabi Ibrahim. yang tunduk terhadap hukum Allah yang memerintahkannya untuk menyembelih anaknya tercinta, Ismail.
Maka, tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab, "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan, Kami panggillah dia, "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya, ini benar-benar suatu ujian yang nyata, dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (QS. As-Shaaffaat : 102-107)
Rasulullah pernah ditanya oleh salah seorang sahabatnya saat beliau menyembelih qurban, Untuk apa sembelihan ini? Beliau menjawab, Ini sunah (tradisi) ayah kalian, Nabi Ibrahim as. Lalu, sahabat bertanya, Apa manfaatnya bagi kami? Beliau menjawab, Setiap rambut qurban itu membawa kebaikan. Sahabat bertanya lagi, Apakah kulitnya? Beliau menjawab, Setiap rambut dari kulit itu menjadi kebaikan. (HR. Ahmad dari Ibnu Majah dan Tirmidzi dari Zaid bin Arqam)
Pada zaman Nabi Muhammad Saw, syariat qurban disempurnakan tata caranya, termasuk esensinya, bahwa qurban dilakukan sebagai bentuk rasa syukur seorang hamba atas limpahan nikmat dari Allah Ta'ala. Makna qurban tersebut dapat dilihat pada surat berikut:
"Sesungguhnya, Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka, dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah. Sesungguhnya, orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus". (QS. Al-Kautsar : 1-3)
Dengan demikian, seperti yang telah dipaparkan sejak awal hingga akhir, Allah tidak membutuhkan daging qurban kita, sedikit pun. Tapi, yang dilihat Allah hanyalah satu, ketakwaan kita yang hakiki yang ada pada diri kita.
"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu, dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik". (QS. Al-Hajj : 37)
Share this article with your friends
Posting Komentar
Jangan berkunjung tanpa meninggalkan jejak.
- No Spam - No Phising - No Live Link
Salam Blogger Indonesia, Silakan Tinggalkan Pesan Agan disini... !!!